Selasa, 30 Agustus 2011

URGENSI PESANTREN DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER & MORAL

Umar Abdul Hasib*

Pesantren adalah lembaga pendidikan tertua dalam sejarah kependidikan di Indonesia selain itu Pondok Pesantren juga yang menjadi ciri khas Agama Islam di Indonesia, founding father dari pesantren adalah Sunan Ampel dengan pesantren Ampel Dento-nya di surabaya, selain itu Pesantren juga menjadi barometer penentu dapat dikatakan kuat dan tidaknya Islam pada suatu daerah.

Pondok Pesantren adalah suatu padepokan untuk memperdalam ilmu agama. Di dalamnya para santri mencurahkan tenaga dan pikiran untuk belajar tentang ilmu keagamaan serta tempat dimana karakter para santri dibentuk, sementara pengasuh pesantren (Kiai) menyerahkan diri dan jiwa mereka dengan tulus untuk memberikan pengajaran dan teladan hidup. Kiai adalah sosok pemimpin yang tunggal dalam Pesantren, Beliau-Beliau selalu menjadi panutan dan tauladan kehidupan bagi para santri.

Seiring dengan laju perkembangan zaman, pesantren banyak yang menyesuaikan dengan derap perubahan zaman, kalau dahulu didalam pesantren dipelajari ilmu tentang keagamaan unsich, sekarang banyak pesantren-pesantren yang sudah mempunyai lembaga-lembaga pendidikan modern yang didalamnya diajarkan ilmu-ilmu eksak tentunya dengan porsi-porsi tertentu tanpa menanggalkan pembelajaran keagamaan dan merubah tujuan dan didirikannya sebuah pesantren, yaitu untuk memperdalam llmu Agama (Tafaqquh fi ad Din).

Sumbangsih pesantren dalam pendidikan dan pembentukan karakter terhadap para murid (santri) tidak bisa dianggap sebelah mata, karena dalam pesantren tidak hanya pembelajaran semata akan tetapi juga pembentukan kepribadian dalam bersosialisasi dengan lingkungan atau dalam bahasa lain bukan hanya aspek ta’allum tetapi juga aspek Tarbiyah, hal tersebut dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari dipesantren yang sederhana tidak neko-neko bukan hanya sekedar teori yang disampaikan tetapi juga diterapkan dalam kehidupan sehari-hari terutama oleh Kiai, dalam bidang akhlak misalnya para santri junior mempunyai rasa hormat kepada santri yang sudah senior atau asatidz terutama keluarga (dzurriyah) kiai, hal ini berbeda sekali dengan model pendidikan-pendidikan lain seperti sekolah, kampus dan lain sebagainya yang hanya mengajarkan tentang keilmuan tanpa dibarengi dengan pembentukan karakter dan akhlak, hal ini sebenarnya bukanlah murni kesalahan dari anak didik tetapi juga pendidik, karena pendidik hanya berteori tanpa adanya praktek langsung dan kurangnya para guru atau dosen dalam menjaga muru’ah (harga diri) didepan anak didiknya, hal demikian tidak kita temui dalam kehidupan pesantren, seorang ustadz akan konsisten dengan apa yang diucapkan dan disampaikan kepada para santri.

Dari sedikit paparan diatas dapat kita lihat bahwa Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang harus tetap kita jaga eksistensinya, tetapi melihat kenyataan yang ada sekarang justru banyak kalangan yang enggan untuk menitipkan putra-putri mereka dipesantren terutama pesantren-pesantren salafy (tradisional), hanya karena anggapan mereka bahwa pesantren kurang mempunyai prospek terutama dalam hal materi karena pesantren tidak legal-formal, Mereka sudah terjangkiti virus matrealisme, semuanya hanya diukur dengan materi tanpa melihat segi pentingnya kepribadian dan akhlak, namun hal ini telah banyak disadari oleh beberapa lembaga baik pemerintah maupun non pemerintah, mereka melihat bahwa alumus pesantren merupakan orang-orang yang ideal untuk meneruskan tongkat estafet kepemimpinan negeri ini. sehingga bermunculan program beasiswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi bagi para alumni pesantren.

Finally….. Pendidikan yang tidak hanya mengajarkan keilmuan tetapi juga tetapi akhlak dan pembentukan karakter sangatlah penting yang bisa menjadikan generasi BEROTAK LONDON BERHATI MASJIDIL HARAM sehingga keberadaan lembaga tersebut tetaplah harus dijaga eksistensinya karena disadari atau tidak pesantren merupakan benteng terutama bagi umat islam dalam menghadapi gempuran peradaban barat yang serba matrealistik.

Wa Allahu A’lam bi Al Shawab

* Penulis Adalah Alumni P.P Fadlu Wahid

Bandungsari Ngaringan Grobogan Jateng